Lanjut ke konten

FARMASIS/APOTEKER, PROFESI?? ATAU??

Desember 31, 2008

Menurut Pocket Oxfort Dictionery (POD), definisi dari profesi atau profesion adalah sebagai berikut:

A Profession: [a calling] requiring specialized knowledge [and] [often] intensive preparation [including instruction] in skills and methods, maintaining by force of organization [or concerted opinion] high standards of achievement and conduct,[and] committing its members to continued study [and][to a kind of] work [which has for its purpose the] rendering [of] a public service….

Jadi sebuah profesi harus memiliki pengetahuan yang spesifik yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif dengan standar mutu pekerjaan yang tinggi dan dijaga oleh suatu asosiasi profesinya (dalam kode etik), selalu mengasah diri atas kemampuannya untuk kepentingan umum.

Dengan mengacu pada komponen-komponen yang ada pada defenisi diatas saya akan mencoba memaparkan apakah farmasis dan apoteker dapat digolongkan sebagai suatu profesi?

· Pengetahuan yang spesifik yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif dengan standar mutu pekerjaan yang tinggi

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, belum dikenal adanya istilah farmasis. Seorang dokter yang mendiagnosis penyakit sekaligus berperan sebagai “Apoteker” yang menyiapkan obat. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices“. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama. Walaupun kedua bidang ilmu ini memiliki akar yang sama, tapi pastilah terdapat perbedaan diantara keduanya sehingga Frederick II mengeluarkan kebijakan tersebut.

Jika kita berbicara tentang spesifikasi ilmu, bidang ilmu farmasi dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: farmasi komunitas, farmasi klinik, farmasi industri dan farmasi regulatori (pendidikan dll). Keempat bidang ini memiliki spesifikasi tersendiri.

Farmasi komunitas yang dimaksud sering kita identikkan dengan kata “apoteker”. Perannya yang spesifik adalah bersentuhan langsung dengan pasien untuk menyerahkan obat (dispending) dan memberikan informasi dan edukasi yang benar tentang obat. Posisinya adalah sebagai rekan kerja dokter. Namun, baru-baru ini seperti kita tahu bahwa dokter sedang berusaha untuk mereformasi sistem dispensing (penyerahan) obat. Tak bisa kita sangkal juga bahwa pelayanan apoteker memang sangat kurang. Dalam hal ini yang patut mendapat sorotan utama bukanlah sistemnya, namun orang-orang yang berada dalam sistem tersebut.

Bidang farmasi industri dan regulatori bergerak pada pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi di bidang kefarmasian. Sepintas memang bidang ini seolah-olah hampir sama dengan bidang yang ditekuni oleh para ahli kimia. Namun tetap saja peran farmasi industri tidak dapat digantikan oleh para ahli kimia, karena dalam penelitian dan pengembangan obat dibutuhkan juga ilmu yang spesifik (misalnya farmakokinetik dll) dan ilmu ini idak dipelajari oleh sarjana yang lain.

Spesifikasi dari farmasi klinik berkaitan dengan analisis dan penegakan diagnosa suatu penyakit serta cara penanganannya. Pemahaman yang mendalam terhadap ilmu biokimia dan anatomi fisiologi manusia merupakan ilmu dasar yang sangat diperlukan pada bidang farmasi ini, namun diperlukan juga pengetahuan yang mendalam mengenai pengobatan dan obat (termasuk sampai pada tingkat molekuler), inilah salah satu hal yan membedakan sarjana farmasi dengan sarjana biokimia maupun biologi.

Dari pemaparan diatas terlihat jelas bahwa farmasis dan apoteker memiliki bidang ilmu yang spesik, yang membedakannya dengan bidang ilmu lainnya.

· Asosiasi profesi

Untuk diakuinya keahlian keprofesian maka setiap profesi harus disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian yang berkaitan. Di negara kita sendiri terdapat suatu asosiasi khusus di bidang kefarmasian, lembaga ini dikenal dengan singkatan ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia)

Dalam anggaran dasar ISFI disebutkan bahwa Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia merupakan satu-satunya organisasi para Apoteker Indonesia, yang merupakan perwujudan dari hasrat murni dan keinginan luhur para anggotanya, yang menyatakan untuk menyatukan diri dalam upaya mengembangkan profesi luhur kefarmasian di Indonesia pada umumnya dan martabat anggota pada khususnya. Sedangkan yang menjadi anggota dalam ISFI, 2 diantaranya adalah anggota muda (sarjana farmasi) dan apoteker.

Jika kita lihat fungsi dari ISFI sendiri mengacu pada seluruh seluruh oknum yang berkecimpung dalam bidang kefarmasian (pada poin a dan b yang ditekankan adalah apoteker, sedangkan poin c lebih mengarah pada seluruh oknum yang memberikan diri untuk mengembangkan bidang kefarmasian ). Namun jika kita analisis dari misi ISFI sendiri, seolah-olah yang lebih menjadi prioritas hanya apoteker. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah apoteker yang dimaksud hanya ahli-ahli farmasi yang berkecimpung di bidang farmasi komunitas ataukah para para ahli-ahli farmasi yang memiliki gelar apoteker? Apabila yang dimaksud dengan apoteker dalam keanggotaan ISFI adalah ahli-ahli farmasi yang berkecimpung di bidang farmasi komunitas dan sarjana farmasi yang akan berkecimpung di bidang yang sama, maka ahli farmasi diluar farmasi komunitas tidak layak disebut sebagai profesi, sebaliknya, bila yang dimaksud dengan apoteker (dalam keanggotaan ISFI) adalah seluruh ahli farmasi yang memiliki gelar apoteker (secara tidak langsung mengandung arti bahwa anggota muda yang dimaksud adalah seluruh sarjana farmasi) maka farmasis dan apoteker dapat disebut sebagai profesi.

· Komitmen untuk mengasah diri dan mengabdi terhadap kepentingan umum.

Idealnya tenaga profesi adalah seorang yang berkomitmen untuk selalu mengasah diri dan mengabdi terhadap kepentingan umum. Jika kita analisis sejarah perkembangan farmasi secara umum terlihat bahwa bidang kefarmasian selalu berusaha untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik. Bukti nyata dari usaha peningkatan pengabdian farmasi terhadap kepentingan umum adalah konsep kefarmasian yang diubah kearah patient oriented (Pharmaceutical care-asuhan kefarmasian).

Kesimpulan

Dari pemaparan diatas, secara umum farmasis dan apoteker memenuhi ketiga komponen diatas untuk dapat disebut sebagai profesi. Namun perlu juga digaris bawahi bahwa tidak semua farmasis dan apoteker bersikap sebagai seorang professional. Jadi kesimpulan yang lebih tepat adalah seseorang dikatatakan berprofesi sebagai farmasis dan atau apoteker apabila orang tersebut benar-benar memilkii pengetahuan yang spesifik mengenai bidang ilmu kefarmasian, merupakan anggota dari ISFI dan memiliki komitmen untuk selalu mengasah diri serta mengabdi kepada kepentingan umum.

catt. buat teman-teman yang dapat tugas perundang-undangan dr pak B.Subagio dengan tema yang sama, tolong tulisan ini jangan di copy paste bulet-bulet tanpa di sunting!

13 Komentar leave one →
  1. Januari 9, 2009 1:49

    Apa ya bedanya sarjana farmasi dengan apoteker, selain dlm hal kewenangan?

    Ahhhh.. si kang fajar mahh mau ngetes saya yah?? hehe….pasti kang fajar udah lebih berpengalaman lah dari saya..
    Makasih kang dah berkunjung ke blog saya.
    hihi, datang lagi yahhh…

  2. Januari 10, 2009 9:52

    Masak beda Sarjana Farmasi dan Apoteker kabur ? Manalagi Profesi dan bukan profesi. Itu khan jelas sekali bedanya. Tanya dong ke Universitas.

    Iya sich pak, sebenarnya ga kabur. Dua2ny profesi, begitu bkn Pak? Hehe, mohon bimbingannya…

  3. Januari 10, 2009 22:09

    di kampungku kata dibimbing itu dipakai untuk menarik telinga anak bandel…heheeeheheeeeee
    Siapa saja langsung boleh link, tak perlu pamitan.
    Salam.

    Hahaha, dikampung saya jg pak.. Dan saya sering dibimbing oleh Bapak saya. Hehe. Thanks b4 Pak…

  4. Januari 10, 2009 22:12

    pernah dengar ceritanya Socrates membawa ayam yang sudah dicabuti bulunya ??? dia menjawab satu definisi tentang manusia…. katanya ini persis yang anda definisikan..
    heheee

    Waduh, saya belum pernah denger ceritanya Pak, ayamnya diapain tuh Pak? jangan2 dia jg mendefenisikan “apa itu ayam yg sudah dibului”. Hehe…

  5. Januari 15, 2009 3:09

    beda farmasis n apoteker ya liat aja tulisan dibelakangnya hehehe…

    farmasis belon tentu apoteker tapi apoteker pasti farmasis ya to..

    Harikuhariini (no coment)

  6. Januari 15, 2009 11:55

    SETUJUUUU dgn kesimpulan, jadilah profesional dalam profesi anda!

    Harikuhariini: Pilih saya di pemilihan ketua BPOM berikutnya. Hahahaa

  7. Februari 9, 2009 13:49

    Dalam banget jeng…
    ikutan isi kolem untuk meramaikan…
    Harikuhariini: Dalem? Kayak sungai Pak… Hahahhaaa

  8. ardy permalink
    Maret 27, 2009 9:48

    Tapi kok lahan apotker diambil profesi lain y??

    Harikuhariini: kemungkinannya hanya ada 2. kemungkinan pertma, farmasis yang tdk bisa mengelola lahannya dan tdk bisa menunjukkan keprofesionalannya. dan kemungkinan kedua, ada org lain yg kurang ajar sengaja pengen membajak lahan org lain, tapi yang ini pun merupakan konsekuensi dari kemungkinan pertama tadi. intinya nya mah, farmasis harus profesional.
    duhh.. gw bisa ga ya jd farmasis yg bener?!

  9. puji permalink
    Desember 7, 2009 20:55

    knp mempelajari ilmu farmasi tu susah banget??
    tlg bgi tipsx cra belajarx donk…
    thx b4…^^

  10. koropedang permalink
    Desember 8, 2009 11:13

    apoteker dpt mendirikan aoptek ya

  11. fauzia permalink
    Oktober 11, 2011 22:10

    saya mau nanya niih?
    trus kalo mau ke universitas-nya ? kalo mau jadi apotekernya itu ngambil jurusan farmasi ato lain gituh?
    sekarang apoteker juga bukan cm D3 tp ada S1(APOTEKER) S2(MAGESTER) S3(DOKTORAL)..
    gimana niih?

  12. Juni 6, 2012 1:43

    Keep working ,terrific job!

  13. afath permalink
    April 5, 2014 10:45

    apa bedanya farmasi dan farmasi apoteker?

Tinggalkan komentar