Lanjut ke konten

Tentang Resolusi Awal Tahun

Juni 30, 2016

30 Juni 2016. Rasanya waktu tidak hanya berjalan, tapi juga berlari seperti sinkansen, melaju sangat cepat.

Sudah setengah tahun aja!, dan resolusi awal tahun berderet masih terlalu rapi, hanya ada satu coretan “done”, itu pun proyek hura-hura. Yup, disaat yang lain mungkin membuat resolusi untuk semakin dekat dengan Tuhan, atau malah “memapankan” diri dengan posisi jabatan maupun prestasi, saya malah memilih hal-hal yang lebih duniawi. Melakukan perjalanan ke salah dua dari tiga gunung (tambora, latimojong atau binaiya). Awal bulan Mei lalu dengan segenap daya dan upaya akhirnya saya berhasil menggapai puncak Latimojong, sebuah perjalanan mengejar mimpi sekaligus pelarian dari kisah patah hati. Sisanya, Tambora atau Binaiya? sepertinya harus diturunkan prioritas nya, diikhlaskan, disimpan baik-baik dalam peti. Tambora atau binaiya rasanya menjadi ketidakmungkinan yang sama sekali enggak boleh diharapkan. Bukan karna saya berhenti mengingini, saya hanya mencoba menasehati diri sendiri “BAHWA ENGGAK SEMUA YANG LU PENGEN, BISA LU DAPAT!!!”. Tambora. Binaiya. kamu.

Dan semua yang terjadi beberapa bulan terakhir ini, sepertinya akan menambah deretan “undone” dari list resolusi itu. Falling in love with no regret, itu salah satu yang saya tulis di awal tahun kemarin. Setelah sekian tahun akhirnya memberanikan diri untuk membuka hati (lagi), pelan-pelan meruntuhkan logika dan ketakutan, mengubah beberapa rencana, bersiap menerima segala resiko nya, membangun harapan, mengakui “yes i am falling in love with you, silakan masuk pak!”. Lalu. Lalulintas!!! Lalu disinilah saya hari ini, dengan mata yang kadang masih berkaca-kaca ketika mengingat semuanya dan tersadar, “BAHWA ENGGAK SEMUA YANG LU PENGEN, BISA LU DAPAT!!!”, dan tersadar ternyata saya enggak benar benar siap menerima resikonya. Bahwa kadang hati juga bisa keliru, ahhh, semoga kali ini dia ga butuh waktu yang lama untuk pulih. Semoga. Tuhan kasihani. Maap mak, bukan saya hendak durhaka, saya hanya berusaha nurutin nasehat mamak, “urusan menikah adalah tiket sekali jalan, ga bisa dituker tambah, jadi pikirin yang bener”. Semoga mamak bisa mengerti.

Deretan lain, yang ada di nomer dua paling bawah, yang saya tulis dengan tambahan kata-kata “jika memungkinkan”. Saya ingat betul malam tahun baru itu, harusnya list ini bukan di deretan akhir, kamu menjadi pertimbangan kenapa saya tambahkan kata “jika memungkinkan”. Bodoh! Segitunya aku padamu. Lalu… lalulintas!!! Lalu siang itu dikampus widuri kamu cuman bilang, “kita itu ga mungkin diterusin” (aaaaaaaaaa. How stupid i am!!! yup, how stupid i am, yang sudah dengar langsung pengakuanmu seperti itu tapi sampai hari ini-dengan mata yang kadang berkaca-kaca masih memilih untuk percaya “ada hal yang sangat istimewa dari diri orang ini, entah apa, tp ada”. How stupid i am, yang sudah mendengar langsung “penolakkanmu”, tapi sampai hari ini masih saja berjuang untuk membunuh “perasaan suka”). Tidak, saya tidak akan pernah menyalahkanmu, tidak akan menyalahkan keadaan, dan tidak pula menyesalinya. Noph! Never!!! Salah ku sendiri membangun harapan terlalu tinggi. Salah ku sendiri memberikan ruang terlalu luas untuk rasa sakit. Salah ku sendiri tidak bisa membedakan mana yang bercanda mana yang serius. Salah ku sendiri menjudikan hati. Sudahlah, paling tidak ada yang masih bisa diharapkan dari deretan list resolusi itu. Agak dagdigdug menunggu hasilnya besok, semoga Tuhan berkenan. Lulus atau tidak, yang terpenting sudah diusahakan!! Semoga kali ini tidak salah mengambil keputusan.

Hari ini, dua hari sebelum liburan lebaran yang agak panjang, dengan list kerjaan yang agak banyak, dan saya memilih menghabiskan waktu untuk mengetik hal yang enggak penting ini. Maapkan saya dewa, mungkin saya jenuh.

2 Komentar leave one →
  1. Agustus 17, 2016 15:11

    Mencintai dan dicintai, hmm… betapa mesti diperjuangkan ya 🙂

  2. Agustus 23, 2016 15:28

    Semangaaat

Tinggalkan komentar